Menjelajah di Tanah Sumatera (bagian 1)
Minggu pagi, 23 November, pesawat Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ010 yang saya tumpangi, mendarat mulus di Bandara Kualanamu. Perjalanan saya di tanah Sumatera pun diawali dari Sumatera Utara. Horas Medan!
Berkunjung ke Medan, datanglah ke Annai Velangkanni. Awalnya, saya tidak pernah menyangka Devis membawaku ke tempat ini. Devis adalah kawanku, seorang jurnalis yang bekerja di TVRI kota Medan. Dialah yang menemani perjalanan saya selama berada di kota Medan.
Annai Velangkanni berada di Taman Sakura Indah, Jalan Sakura III No 7-10, Tanjung Selamat Medan. Saat melihat penampakan bangunannya dari kejauhan, mirip candi. Saya berpikir bahwa ini adalah kuil Hindu.
Tiba di pintu gerbang bangunan megah dan indah ini, seorang pria berperawakan orang India, menyambut kedatangan saya. Hanya dengan bahasa tubuh, tanpa mengucapkan satu kata pun, ia memberiku selebaran yang berisi penjelasan tentang Annai Velangkanni.
Ternyata saya keliru. Annai Velangkanni adalah sebuah gereja Katolik. Keunikan Graha Maria Annai Velangkanni adalah bangunannya yang mirip kuil India dengan warna-warna cerah. Bangunan Graha Maria Annai Velangkanni mengadopsi arsitektur Indo-Moghul.
Pastor James Bharataputra SJ adalah penggagas bangunan yang mulai didirikan pada tahun 2001 ini. Ia adalah seorang pastor Yesuit dari India yang melayani di Indonesia sejak lebih dari 40 tahun lalu.
Annai artinya Bunda. Sedangkan Velangkanni (Vailankanni) adalah sebuah desa di Tamil Nadu, India. Pada abad ke-17, Bunda Maria menampakkan diri kepada beberapa anak di Velangkanni. Kini Velangkanni di India dikenal sebagai Lourdes di Timur. Nah, Graha Maria Annai Velangkanni yang dibangun di Medan ini didedikasikan untuk Maria Bunda Penyembuh (Our Lady of Good Health) atau Annai Velangkanni.
Bangunan utama Graha Maria Annai Velangkanni terdiri dua tingkat. Lantai dasar adalah Aula St. Anna yang sering menjadi tempat pertemuan dan dapat digunakan oleh semua orang dari suku dan agama mana pun. Lantai dasar ini menjadi simbol bumi tempat kita berpijak.
Sedangkan lantai atasnya digunakan sebagai tempat ibadah. Untuk naik ke atas, kita dapat berjalan di dua jalur ramps yang terletak di sisi kiri dan kanan bangunan. Pada ramps tersebut terdapat relief Kisah Penciptaan dari Kitab Kejadian. Dua ramps ini menjadi simbol tangan Bunda Maria yang memeluk umat manusia dengan penuh kasih.
Tiga kubah pada Gereja Annai Velangkanni menjadi simbol Trinitas. Menara gereja yang terdiri dari tujuh jenjang melambangkan surga yang berada di langit ketujuh. Adapun tujuh adalah simbol angka sempurna.
Di sepanjang dua jalur ramps tersebut juga terdapat 40 buah lampu. 40 lampu ini melambangkan perjalanan bangsa Israel selama 40 tahun di gurun pasir sebelum mencapai Tanah Perjanjian.
Di bagian depan Graha, ada dua pohon pisang yang juga melambangkan sesuatu. Dalam tradisi India, pohon pisang melambangkan hidup kekal. Dalam pernikahan, India Tamil menggunakan pohon pisang hidup sebagai lambang kesuburan dan kemakmuran bagi pasangan pengantin.
Bagian dalam bangunan Annai Velangkanni pun tak kalah indahnya. Saat akan memasuki bagian dalam Gereja, pengunjung harus melepaskan alas kakinya. Pada langit-langit Gereja terdapat gambar enam sakramen dalam ajaran Gereja Katolik, yaitu: Permandian, Krisma, Pengampunan Dosa, Perkawinan, Imamat dan Pengurapan Orang Sakit.
Sakramen ketujuh, yaitu Sakramen Ekaristi yang menjadi puncak iman Katolik ditempatkan di pusat Gereja, yaitu di Altar. Pada jendela-jendela Gereja terlukis Kisah Sengsara Yesus. Di dalam Gereja terdapat 12 tiang penyangga yang melambangkan 12 rasul Kristus dan 12 suku Israel.
Di Altar, kita dapat melihat lukisan Perjamuan Terakhir. Yesus dan murid-muridNya duduk secara lesehan. Di sebelah kiri ada patung Bunda Maria menggendong Kanak-kanak Yesus. Sementara di sebelah kanan, terdapat Patung Yesus.
Uniknya, Yesus mirip orang India. Bunda Marianya pun mengenakan sari, pakaian khas India. Patung-patung orang kudus lainnya pun berwajah seperti orang India. Memang pada awalnya, Graha Maria Annai Velangkanni ini diperuntukkan bagi warga keturunan India Tamil yang tinggal di Sumatera.
Sementara di samping bangunan utama, terdapat bangunan Kapel kecil. Sebuah keajaiban terjadi setelah beberapa hari Graha Maria Annai Velangkanni diresmikan. Dari bawah kaki patung kaki Bunda Maria yang terdapat di kapel kecil ini, tiba-tiba muncul mata air. Airnya jernih dan tidak mengandung zat-zat berbahaya sehingga dapat langsung dikonsumsi tanpa dimasak. Air ini boleh diambil oleh setiap orang dan banyak yang mempercayai bahwa air ini dapat menyembuhkan.
Di depan Kapel Bunda Maria, terdapat monumen bernama Taman Mini “St. Papa Giovani Paolo II”. Sebuah taman mini ini diperuntukkan untuk mengenang Paus Yohannes Paulus II, Paus yang wafat pada tahun 2005 lalu saat berumur 78 tahun. Dalam taman mini itu diisi tentang lukisan-lukisan saat Paus Yohannes Paulus II datang ke Sumatera Utara ditahun 1990-an.
Multikultural
Graha Maria Annai Velangkanni merupakan pusat ziarah yang dibangun Keuskupan Agung di Indonesia. Keunikan graha terletak pada keaslian arsitektur Indo-Mogul, setiap ornamen dan pewarnaan dilakukan oleh tangan-tangan amatir dengan makna dari kitab suci.
Menurut penggagas Annai Velangkanni, Pastor James Bharataputra SJ, bangunan megah tersebut menghabiskan dana sebesar Rp 4 miliar. Dana datang dari kemurahan hati para pecinta dan pemuja Maria, baik Katolik maupun non Katolik. 60 persen dana berasal dari umat di Indonesia, 30 persen Singapura, selebihnya dari Malaysia, India, dan Dubai.
Multikultural Gereja Annai Velangkanni jelas terlihat melalui struktur bangunannya. Banyak terdapat tanda- tanda atau simbol-simbol yang beragam, tidak hanya dari Batak Toba, tetapi juga Karo. Seperti yang terdapat di pintu masuk Gereja Annai Velangkanni tersebut.
Pintu gerbang masuk dihiasi miniatur rumah adat Batak Toba dan Karo, menandakan tidak ada perbedaan suku, bangsa, bahasa, dan kepercayaan. Di tiang sebelah kanan gapura, ada ukiran seorang wanita India sedang menari, dan di sebalah kiri seorang pria suku China sedang memberikan salam. Di sepanjang tembok gerbang juga ada ukiran patung mewakili suku di Indonesia.
Pintu gerbang masuk bangunan ini berupa miniatur rumah adat Karo. Pagarnya dihiasi dengan relief orang-orang yang mengenakan pakaian adat berbagai etnis di Indonesia. Menggambarkan bahwa tempat ini terbuka untuk siapa saja tanpa memandang suku dan ras.
Tempat peziarahan ini terbuka secara universal, tidak peduli perbedaan agama, suku bangsa, negara, dan kebudayaan. Semua boleh berziarah atau sekadar mengabadikan keindahan arsitekturnya.